Friday, November 28, 2014

"Maaf" dan "Terima Kasih"

Ini menurut saya pribadi, jadi apabila ada yang kurang berkenan, mohon koreksinya.

Kata yang sangat singkat tetapi sangat susah untuk diucapkan pada saat yang tepat. Tidak banyak orang yang mau mengucapkan kedua kata ("Maaf" dan "Terima Kasih") secara ikhlas ketika memang harus diucapkan kedua kata tersebut. Bahkan ada yang bisa dibilang "gengsi" untuk mengucapkan salah satu dari kedua kata tersebut.
Saya disini bukan bermaksud untuk mengharapkan seseorang disekitar untuk mengucapkan kata-kata tersebut terhadap semua yang saya lakukan atau yang mereka lakukan kepada saya. Tetapi saya disini termasuk orang yang sedang membiasakan untuk mengucapkan salah satu dari kedua kata tersebut pada saat yang tepat, meskipun hal sekecil apapun bila perlu untuk mengucapkannya pasti saya ucapkan.
Bisa dibilang saya cukup berhasil dalam menerapkan pemakaian kedua kata tersebut. Tampak sepele, tapi berarti sangat besar dalam kehidupan saya. Salah satunya mudah bergaul dengan orang-orang disekitar. Kedua kata tersebut menurut saya dapat menunjukkan seberapa sabar seseorang dalam menghadapi masalah. Jadi akan lebih banyak orang yang dekat dengan kita (ditambah sedikit sikap humoris, maka akan terasa lengkap).
Percaya atau tidak, dengan membiasakan diri mengucapkan kedua kata tersebut, dapat mengurangi pemikiran negatif saya terhadap seseorang, atau sebaliknya. Misalnya, ketika ada bantuan sedikit apapun dari seseorang kepada saya, pasti akan saya bilang "Terima kasih" agar orang tersebut pun dengan senang hati karena telah membantu saya tadi (meskipun awalnya terasa berat bagi dia untuk membantu saya -mungkin-). Dan juga saya membuang jauh-jauh pikiran jelek seperti "Ah, cuman bantuan segitu saja kok, tidak kamu bantu pun saya bisa mengerjakan sendiri". Disinilah kata "Terima kasih" bisa membuat kita menjadi semakin dekat dengan orang-orang sekitar kita (menurut saya). Dan juga satu kata lagi "Maaf" yang simple dan singkat, tetapi tidak semua orang dapat dengan mudah mengucapkannya. Dengan kata "Maaf" tersebut dapat juga membuat pikiran negatif orang terhadap kita berkurang. Misalnya, ketika kesalahan sekecil apapun kita lakukan, langsunglah meminta maaf kepada orang yang bersangkutan, sehingga orang tersebut tidak menganggap kita sebagai orang yang menyepelekan masalah.

Kedua kata tersebut sangatlah simple dan mudah diucapkan, tetapi dengan membiasakan diri disertai dengan keikhlasan dalam pengucapannya akan lebih baik dan terasa lebih nikmat bagi yang mengucapkannya.

Itu lah yang dapat saya tulis, berdasarkan apa yang saya rasakan. Jadi apabila ada kekurangan saya minta maaf, dan saya ucapkan juga terima kasih bagi teman-teman yang mau membaca tulisan ini, syukur ada juga yang mau berbagi pengalaman apa saja yang menarik untuk diceritakan :-)

Friday, November 14, 2014

Dilema "Hati Nurani" dan "Kenyataan"

Setelah lama gak ada bahan untuk di post, ini nih yang terlintas di pikiranku tentang dilema menghadapi para pengemis. Bila teman-teman punya saran, tolong di share disini ya.

Indonesia dari dulu -masih- merupakan negara berkembang. Kalau dilihat dari segi perekonomian, masih banyak saudara-saudara kita yang berada dibawah garis kemiskinan. Dari sekian banyak (maaf) warga miskin di Indonesia, tidak sedikit dari mereka yang memilih untuk menjadi (maaf) pengemis. Nah disini saya akan menceritakan -yang saya tahu- tentang hitam putih kehidupan seorang pengemis yang membuat saya bingung, antara harus memberikan rasa iba (kasihan) dan teguran kepada mereka. Tapi kan saya bukan siapa-siapa yang berhak memberikan teguran kepada mereka, hehe.
Jadi ceritanya begini, di dekat tempat tinggal saya yang asli, ada beberapa orang yang 'sukses' dari kehidupannya sebagai pengemis. Bagaimana bisa tahu? Awalnya saya cuma diberitahu teman tentang hal tersebut, teman saya sudah lama mengetahui tentang hal-hal kayak begini, tetapi saya sendiri merasa gak percaya dengan cerita mereka. Hingga akhirnya saya melihat sendiri kehidupan para pengemis di dalam dan di luar rumah mereka, itupun karena diajak sama teman saya tadi. Ketika pagi hari, mereka -red : pengemis- berdandanan rapi ala orang kantoran yang membawa tas jinjing seolah akan berangkat kerja ke kantor yang super mewah dan megah. Perlu diketahui, rumah mereka ada dikawasan elit, sehingga tidak banyak orang yang menaruh curiga dengan pekerjaannya. Sampai di suatu tempat, atau bisa disebut tempat 'mangkal' nya, barulah mereka ganti pakaian kumuh dan lusuh yang biasa dipakai untuk mengemis. Yah walaupun tidak semua pengemis seperti itu, tapi 'katanya' banyak juga kok yang sukses dari kehidupannya sebagai pengemis. Bukan bermaksud untuk mengajari menjadi pengemis agar cepat kaya, tapi tulisan ini saya maksudkan untuk memberitahu teman-teman betapa kita harus benar-benar memilih orang yang tepat untuk menyampaikan sedekah kita. Saya sendiri dulunya selalu merasa iba melihat para pengemis di pinggir jalan, tetapi setelah melihat ada 'beberapa' orang pengemis yang sukses dari pekerjaannya itu, saya jadi merasa risih melihat mereka. Ya walaupun terkadang masih memberi juga kalau ada pengemis minta-minta, tentunya saya lihat dulu apakah mereka benar-benar layak (menurut saya) untuk diberikan sedikit rezeki saya.
Terus yang terbaru, sering kali saya melihat banyak pengemis di lampu merah yang masih sehat wal'afiat, segar bugar, dan tanpa cacat sedikitpun tanpa rasa malu meminta-minta kepada orang-orang yang sedang berhenti di lampu merah. Coba bagaiman menurut teman-teman kalau melihat pemandangan seperti itu? Mungkin apa yang ada dipikiran teman-teman sama juga seperti yang saya pikirkan. Walaupun ada juga yang benar-benar cacat, sehingga untuk beraktivitas pun susah. Akan tetapi kalau dilihat di dunia ini, banyak juga kok orang yang (maaf) cacat secara fisik ataupun mental, tetapi mereka bisa sukses dalam kehidupannya dengan kerja keras mereka (bukan dengan cara mengemis). Kalau mereka aja bisa, kenapa yang masih sehat-sehat tadi memilih untuk menjadi pengemis ya? Sungguh memalukan menurut saya dengan fisik dan pikiran yang sehat, mereka harus melakukan pekerjaan yang sangat dibenci oleh Allah, hanya karena tergiur keuntungan yang instan tanpa bekerja keras, hanya bermodalkan 'muka tebal' saja. Dalam hati saya merasa iba kalau melihat para pengemis ini, tetapi kadang kala terlintas juga pikiran apakah dia ini benar-benar seorang pengemis yang butuh bantuan kita, apa cuma pengemis yang membohongi kita? Entahlah.
Satu hal lagi, banyak sekarang modus orang-orang mencari 'rezeki' dengan mempekerjakan anak-anak kecil untuk mengemis ataupun mengamen. Manusia secara normal, apabila melihat anak kecil yang bekerja seperti itu, pasti akan merasa iba dan kasihan. Akan tetapi dibalik kerja mereka, ada 'mafia' yang memeras tenaga mereka untuk terus bekerja. Dalam hal ini pun saya sering merasakan dilema dalam hati saya, antara ingin membantu anak kecil ini atau tidak. Tapi sampai saat ini saya belum bisa berbuat banyak. Cuma bisa memberi sedikit rezeki yang saya punya untuk mereka, walaupun saya tahu banyak anak-anak itu yang bekerja untuk orang dewasa yang tega memeras tenaga mereka. Ya memang itulah yang bisa saya bantu untuk anak-anak kecil (yang katanya penerus bangsa) ini.

Sungguhlah kehidupan ini begitu berat kalau kita tidak mau berusaha dan berdo'a. Yang penting selalu sabar dan ikhlas menghadapi cobaan dari-Nya dan tak lupa untuk selalu bersyukur atas segala rezeki yang diberikan oleh-Nya.

Semoga bermanfaat